Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Becak dan Jamu Bertemu dalam Rindu

Penulis : Arif Nugroho, S.Pd.

(Bagian 1) 

Sarman adalah seorang tukang becak yang setia mengayuh becaknya di sebuah kota kecil. Meskipun hidupnya sederhana, dia selalu ceria dan ramah terhadap setiap penumpang yang naik ke becaknya. Sarman dikenal dengan senyumnya yang hangat dan sapaan ramahnya yang membuat siapa pun merasa nyaman.


Suatu hari, saat Sarman berhenti sejenak untuk beristirahat di dekat warung jamu, dia bertemu dengan Tukini, seorang penjual jamu yang cantik dan lembut hati. Tukini adalah gadis yang ceria dan selalu menjalani hidup dengan penuh semangat. Dia terkenal di kota itu karena ramahnya kepada pelanggannya dan jamu-jamunya yang lezat. Tukini juga merupakan kisah masa lalunya. 


Kedua orang tersebut masih saling tertarik satu sama lain sejak pertemuan mereka yang pertama. Namun, mereka tidak mengungkapkan perasaan mereka karena keadaan dan keterbatasan usia. Sarman adalah seorang lelaki pemalu yang tidak terlalu percaya diri, sementara Tukini adalah seorang gadis muda yang setia menjaga hatinya untuk cinta yang telah lama berlalu. 


Sampai saat ini mereka menjadi teman dekat dan menghabiskan banyak waktu bersama. Mereka sering mengobrol di depan warung jamu Tukini, sambil menikmati segelas jamu hangat. Sarman sering bercerita tentang kehidupannya sebagai tukang becak, dan Tukini dengan penuh perhatian mendengarkan setiap kata yang diucapkannya.


Flashback mengungkapkan kisah asmara Sarman dan Tukini sepuluh tahun yang lalu, ketika mereka masih bersekolah di SMA. Keduanya adalah remaja yang penuh gairah dan cinta pertama mereka tumbuh dalam hubungan yang indah. Sarman, lelaki yang hitam manis dan pemalu, dan Tukini, gadis cantik lembut dan baik, menjalani kisah cinta yang penuh dengan perasaan intens.


Kisah cinta mereka membuat mereka mengalami banyak momen manis dan romantis. Mereka sering bertemu di sekolah, saling melempar senyuman dan pandangan rahasia yang membuat hati mereka berbunga. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama, mengunjungi taman, menonton film, dan saling mendukung dalam impian mereka.


Namun, seperti halnya kisah cinta remaja lainnya, ada cobaan yang harus mereka hadapi. Perbedaan kelas sosial dan harapan orang tua menjadi halangan dalam hubungan mereka. Sarman berasal dari keluarga sederhana, sementara Tukini berasal dari keluarga yang lebih mapan. Orang tua Tukini mengharapkan dia untuk menikah dengan seseorang dari kalangan yang lebih tinggi.


Meskipun mereka berusaha keras untuk menjaga hubungan mereka tetap hidup, tekanan dari lingkungan membuat mereka akhirnya berpisah. Sarman dan Tukini memutuskan untuk fokus pada masa depan mereka masing-masing, berjanji bahwa jika takdir mengizinkan, mereka akan bertemu lagi suatu hari nanti.


Kisah pertama ini mengisahkan tentang flashback kisah asmara Sarman dan Tukini saat mereka masih SMA. Meskipun telah berlalu sepuluh tahun, perasaan cinta mereka masih membekas dalam hati mereka. Dalam kisah selanjutnya, akan diceritakan bagaimana kehidupan mereka berubah dan bagaimana mereka berjuang untuk bersatu kembali.

---------------------------------

Awal pertama pertemuan Sarman dan Tukini ketika di SMA Pelita Bangsa dengan setting waktu tahun 90 an. Mereka adalah sahabat yang mengalami masa pertemanan yang baik sehingga timbul benih-benih cinta satu sama lain. Mereka hanya mengungkapkan melalui perhatian-perhatian kecil yang ternyata semakin membesar di relung hati. 

---------------------------------

Sarman dan Tukini adalah dua sahabat yang bertemu saat mereka bersekolah di SMA Pelita Bangsa pada tahun 90-an. Keduanya memiliki kepribadian yang saling melengkapi, dan pertemanan mereka tumbuh menjadi sesuatu yang istimewa.


Suatu pagi di kelas, Sarman duduk di bangku belakang, mengamati dengan penuh perhatian ketika Tukini memberikan presentasi di depan kelas. Dia terpesona oleh kecerdasan dan kecantikan Tukini. Setelah presentasi selesai, Tukini menghampiri Sarman.


Tukini: "Hai, Sarman! Bagaimana pendapatmu tentang presentasiku tadi?"


Sarman, tersenyum malu-malu: "Kamu luar biasa, Tukini! Aku terkesan dengan penjelasanmu yang sangat jelas dan terstruktur."


Tukini, senang mendengar pujian Sarman: "Terima kasih, Sarman. Kamu selalu memberikan dukungan dan semangat padaku. Aku benar-benar beruntung memiliki sahabat sepertimu."


Sarman, berdebar-debar dalam hati, ingin mengungkapkan perasaannya lebih jauh: "Tukini, aku harus jujur padamu. Aku merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara kita. Aku merasa cinta tumbuh di dalam hatiku setiap kali aku melihatmu."


Tukini terkejut mendengar pengakuan Sarman. Dia merasakan getaran dalam hatinya, tetapi dia juga bingung tentang bagaimana meresponsnya.


Tukini: "Sarman, aku juga merasa ada perasaan khusus di antara kita. Tetapi, kita masih sangat muda dan memiliki impian yang harus kita kejar. Aku khawatir hubungan kita akan menghalangi kita dari mencapai tujuan kita. Bisakah kita tetap menjadi sahabat terbaik dan melihat apa yang takdir bawa?"


Sarman, penuh pengertian: "Tentu, Tukini. Aku mengerti dan menghargai keputusanmu. Kita tetap bisa menjalani masa remaja ini dengan penuh kegembiraan dan menjaga ikatan persahabatan kita yang erat."


Mereka berdua saling tersenyum, menunjukkan rasa lega dan kebahagiaan karena mempertahankan persahabatan mereka. Meskipun ada benih-benih cinta yang tumbuh di hati mereka, mereka memutuskan untuk tidak mengambil langkah lebih jauh pada saat itu.


Pertemanan mereka semakin erat dan penuh dengan momen-momen indah. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berjalan-jalan di sekitar sekolah, berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, dan saling mendukung dalam segala hal.


Dialog-dialog seperti ini menjadi rutinitas dalam percakapan mereka, mengungkapkan perasaan dan pemahaman satu sama lain.


Tukini: "Sarman, kamu tahu, kamu adalah orang pertama yang aku cari ketika aku memiliki masalah. Kamu selalu ada untukku dan mendengarkan ceritaku tanpa menghakimi. Aku sangat beruntung memiliki sahabat sepertimu."


Sarman, tersenyum dan menjawab dengan hangat: "Tukini, kamu juga selalu ada di sampingku ketika aku merasa down. Aku merasa diberkati karena memiliki sahabat sebaik kamu. Terima kasih telah membuat hidupku lebih indah."


Mereka melanjutkan percakapan mereka dengan tawa dan kegembiraan, menikmati masa-masa indah di SMA dan membangun fondasi yang kuat untuk hubungan mereka di masa depan.


Pada akhir kisah ini, Sarman dan Tukini memutuskan untuk tetap menjaga persahabatan mereka dan melihat apa yang takdir bawa. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi mereka siap untuk menghadapinya bersama sebagai sahabat yang terbaik.

-----------------------------------------------

Sarman dan Tukini bercerita tentang ayahnya yang telah tiada, banyak kenangan yang ia dapatkan dengan sosok ayahnya selama 5 tahun ini. Ia kadang merasa sedih ketika ingat hal-hal yang indah tentang ayahnya. Sarman mendengarkan dengan baik dan kadang memberi senyuman. Sarman sangat baik dan selalu memberi semangat kepada Tukini saat dalam keterpurukan. 

-----------------------------------------------

Sarman dan Tukini duduk di tepi sungai, sambil melihat matahari terbenam di cakrawala. Suasana yang tenang memberikan mereka kesempatan untuk berbagi kenangan tentang sosok ayah yang telah tiada. Tukini memandang ke arah air yang mengalir, wajahnya tampak penuh perasaan.


Tukini, dengan suara lembut: "Sarman, terkadang aku merasa sedih ketika aku teringat tentang ayahku. Aku merindukan senyumannya, nasihatnya, dan segala hal yang dia lakukan untukku. Sudah 5 tahun sejak dia pergi, tetapi kenangannya masih begitu kuat."


Sarman, mendengarkan dengan penuh perhatian, meletakkan tangannya di atas bahu Tukini dengan lembut: "Aku mengerti perasaanmu, Tukini. Ayah adalah sosok yang sangat berarti dalam hidup kita. Ceritakan padaku tentang dia, kita bisa merayakan kenangan yang indah bersama."


Tukini tersenyum kepadanya, tangisnya sedikit terbawa perasaan haru: "Ayahku adalah orang yang sabar dan penyayang. Dia selalu ada untukku dalam setiap langkahku. Ketika aku gagal di sekolah, dia selalu memberi semangat dan mengajari aku untuk bangkit kembali. Dia adalah sumber inspirasiku, dan aku berusaha menjadikan dia bangga."


Sarman, dengan lembut: "Tukini, ayahmu pasti bangga melihat wanita tangguh seperti dirimu. Kau mampu melewati semua rintangan dan terus berusaha. Jangan pernah meragukan dirimu sendiri."


Tukini, tersenyum dengan mata berbinar: "Terima kasih, Sarman. Kata-kata semangatmu selalu memberiku kekuatan untuk terus maju. Ayahku juga selalu memujimu dan berharap yang terbaik untuk kita."


Sarman, memandang Tukini dengan penuh keyakinan: "Kita harus terus mengenang ayah kita dengan kebahagiaan dan tetap menjalani hidup ini dengan semangat. Dia pasti ingin melihat kita bahagia dan berhasil dalam segala hal yang kita lakukan."


Tukini mengangguk, bibirnya sedikit bergetar ketika dia menjawab: "Ya, Sarman. Ayahku ingin aku menjadi orang yang kuat dan berani. Aku berjanji padanya bahwa aku akan terus melangkah maju dan menjalani hidupku dengan penuh semangat."


Mereka berdua duduk di tepi sungai, berbagi cerita dan kenangan yang menghangatkan hati. Sarman selalu mendengarkan dengan baik, memberikan dukungan dan senyuman yang membuat Tukini merasa didukung sepenuh hati.


Dialog mereka menjadi lebih panjang, saling berbagi cerita tentang ayah masing-masing, dan memberikan semangat satu sama lain untuk menghadapi masa depan dengan keberanian dan kegembiraan.


Sarman, meletakkan tangannya di tangan Tukini dengan penuh kasih sayang: "Tukini, kita berdua memiliki sosok ayah yang luar biasa. Biarkan kita menjaga kenangan mereka hidup di hati kita dan meneruskan warisan mereka dengan menjadi orang yang baik dan penuh cinta. Kita tidak sendirian, kita selalu memiliki satu sama lain."


Tukini, tersenyum, matanya yang berbinar memancarkan rasa terima kasih: "Sarman, aku beruntung memiliki sahabat sepertimu. Terima kasih telah mendengarkan dan memberiku semangat. Kita akan bersama-sama menghadapi semua perjalanan hidup ini."


Mereka berdua melanjutkan obrolan mereka dengan tawa dan kehangatan, saling memberi semangat dan menguatkan satu sama lain. Dalam momen-momen seperti ini, mereka merasakan bahwa persahabatan mereka adalah anugerah yang tak ternilai.

---------------------------------

Langit berubah jingga, kelelawar riuh mencari langitnya sendiri waktu menunjukkan senja, Setelah Sarman dan Tukini Asik mengobrol di tepi sungai tak terasa waktu sudah menjelang malam. Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Rumah mereka di kampung yang berbeda namun masih satu arah. Sarman dan Tukini pulang bersama sambil membicarakan tentang masa depan mereka, cita-cita dan harapan mereka kelak. 

---------------------------------

Langit perlahan berubah menjadi jingga saat senja menjelang, dan kelelawar-kelelawar riuh berterbangan mencari langitnya sendiri. Sarman dan Tukini masih asik mengobrol di tepi sungai, tetapi mereka menyadari bahwa sudah waktunya untuk pulang. Mereka berdiri dan melihat satu sama lain dengan senyum.


Sarman: "Wah, waktu terasa begitu cepat berlalu saat bersama denganmu, Tukini. Kita harus segera pulang sekarang."


Tukini: "Iya, Sarman. Tapi setidaknya kita bisa pulang bersama. Rumah kita memang berbeda, tapi masih satu arah. Kita bisa saling menemani di perjalanan."


Sarman mengangguk setuju, dan mereka mulai berjalan menyusuri jalan yang redup oleh cahaya senja. Dalam perjalanan pulang, mereka mulai membicarakan tentang masa depan, cita-cita, dan harapan mereka kelak.


Sarman: "Tukini, aku selalu percaya bahwa kita memiliki potensi yang luar biasa. Kita bisa meraih apa pun yang kita inginkan asalkan kita bekerja keras dan tidak pernah menyerah."


Tukini: "Aku setuju, Sarman. Aku punya impian untuk membuka usaha jamu sendiri suatu hari nanti. Aku ingin menjaga tradisi jamu yang sudah lama hilang dan memberikan manfaat kesehatan kepada banyak orang."


Sarman: "Itu adalah cita-cita yang luar biasa, Tukini. Aku yakin kamu akan berhasil. Aku sendiri berharap bisa memperbaiki kehidupan keluargaku dan memberikan mereka masa depan yang lebih baik. Aku ingin membangun usaha becak yang lebih modern dan nyaman bagi penumpang."


Tukini: "Kamu hebat, Sarman. Aku tahu kamu memiliki kecerdasan dan keuletan yang akan membawa kamu meraih impianmu. Kita akan saling mendukung dalam mencapai cita-cita kita."


Sarman tersenyum, merasa terinspirasi oleh semangat Tukini. Mereka melanjutkan perjalanan sambil membagikan mimpi dan harapan mereka satu sama lain.


Tukini: "Sarman, aku yakin bahwa dengan kerja keras dan dukungan satu sama lain, kita bisa mewujudkan semua impian kita. Persahabatan kita adalah kekuatan yang tak tergoyahkan."


Sarman: "Benar, Tukini. Kita adalah tim yang tak terpisahkan. Apapun yang terjadi di masa depan, kita akan selalu saling mendukung dan menjaga semangat kita tetap menyala."


Perjalanan pulang mereka menjadi lebih bersemangat dan penuh harapan. Mereka berdua mengobrol dengan penuh semangat tentang bagaimana mereka akan mencapai impian dan meraih kebahagiaan di masa depan.


Sarman dan Tukini memang memiliki perjalanan yang berbeda, namun mereka saling menginspirasi dan mendukung satu sama lain. Dalam setiap dialog mereka, terpancar semangat dan keyakinan bahwa mereka akan meraih apa yang mereka impikan.


Mereka tiba di perempatan jalan, di mana mereka harus berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Mereka saling berpamitan dengan senyum dan rasa syukur atas pertemuan dan percakapan yang penuh makna tersebut.


Sarman: "Terima kasih, Tukini, atas percakapan yang menginspirasi ini. Aku benar-benar beruntung memiliki sahabat sepertimu."


Tukini: "Sama-sama, Sarman. Terima kasih sudah menjadi pendengar yang baik dan memberiku semangat. Kita akan tetap bersama dalam perjalanan mencapai impian kita."


Dengan senyuman dan hati yang penuh semangat, Sarman dan Tukini berpisah dan melanjutkan perjalanan pulang masing-masing. Mereka mengetahui bahwa masa depan mereka akan penuh dengan tantangan, tetapi dengan persahabatan dan semangat yang mereka miliki, mereka yakin bahwa mereka akan berhasil menggapainya.

---------------------------------

Sarman melambaikan tangan dengan penuh kasih serta senyuman yang selalu diingat olèh Tukini. Tukini juga membalas dengan lambaian tangan dan senyum manis khas miliknya dengan lesung pipi yang menambah kecantikannya. Dalam hati masing-masing mereka tak ingin Terpisahkan olèh arah rumah mereka yang terpisah olèh perempatan Jalan. Sarman sambil tersenyum membalikkan badan lalu berjalan pulang ke rumah. Tukini sesekali menengok ke arah Sarman memastikan apakah sarman melihat ia lagi?

---------------------------------

Sarman, sambil tersenyum dalam hati: "Tukini, terima kasih atas segala kehangatan dan keceriaan yang kamu berikan padaku. Aku tidak ingin melepaskan momen ini, tapi kita harus pulang ke rumah masing-masing."


Tukini, memandang Sarman dengan rasa sayang: "Sarman, aku tidak ingin perpisahan ini terasa sulit. Tapi hatiku berdebar saat aku memikirkan betapa berarti dirimu bagiku."


Sarman, memutar kepalanya untuk melihat Tukini: "Aku juga merasakan hal yang sama, Tukini. Kamu adalah orang yang istimewa dalam hidupku. Aku berjanji untuk selalu mengingat senyum dan lambaian tanganmu."


Tukini, dalam hati penuh harap: "Semoga takdir mengarahkan kita kembali satu sama lain, Sarman. Aku ingin melanjutkan cerita cinta ini, ketika waktu dan keadaan memungkinkan."


Sarman, dengan keyakinan dalam hati: "Aku pun berharap hal yang sama, Tukini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku akan selalu memendam rasa ini dengan penuh harapan."


Dalam hati mereka masing-masing, Sarman dan Tukini berdua saling berharap dan memendam rasa cinta yang tumbuh di antara mereka. Meskipun terpisah oleh jalan yang berbeda, mereka berdua berjanji untuk tetap menyimpan kenangan indah ini dalam hati dan membayangkan hari-hari di masa depan yang akan mereka jalani bersama.


Sarman melanjutkan perjalanannya pulang dengan senyuman dan rasa hangat di hati. Tukini terus menengok ke arah Sarman, ingin memastikan bahwa ia akan selalu mengingat momen ini. Meskipun saat ini terpisah oleh perempatan jalan, mereka yakin bahwa takdir akan membawa mereka kembali bersatu di masa depan.


Dalam hati mereka berdua, terdengar janji dan harapan yang menguatkan. Percikan cinta yang tumbuh di antara mereka semakin nyata, dan mereka berdua berkomitmen untuk menjalani hidup mereka dengan semangat dan keyakinan bahwa cinta mereka akan mengatasi segala rintangan yang ada di depan mereka.

---------------------------------

Tiba di rumah, Tukini bertemu dengan Ibunya yang sedang memilah-milah bahan untuk jamu. Setiap malam ibu Tukini yaitu Bu Barjo memang selalu meracik jamu milik keluarganya, saat ini bisa disebut generasi ke 5 warisan dari kakek buyutnya. Bu Barjo menanyai Tukini baru dari mana, mengapa pulang hingga menjelang petang. Tukini kebingungan menjawab karena memang hubungannya dengan Sarman kurang disukai olèh ibunya.

---------------------------------

Tukini masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Ibunya, Bu Barjo, yang sedang sibuk memilah-milah bahan untuk meracik jamu. Ibunya menoleh dan heran melihat Tukini pulang hingga menjelang petang.


Bu Barjo: "Tukini, kamu pulang terlambat dari mana? Mengapa kamu baru pulang sekarang?"


Tukini, cemas: "Maaf, Ibu. Aku bertemu dengan Sarman di tepi sungai dan kami berbicara lama."


Bu Barjo, tajam memandang Tukini: "Sarman? Si tukang becak itu? Apa urusannya kamu dengan dia? Aku tidak suka hubunganmu dengan orang semacam dia."


Tukini, berusaha menjawab dengan jujur: "Ibu, Sarman adalah sahabat baikku. Kami hanya mengobrol tentang masa depan dan cita-cita kami. Aku merasa nyaman bersamanya."


Bu Barjo, dengan nada sinis: "Hanya sahabat? Kamu tahu bahwa Sarman bukan dari kasta yang sesuai dengan keluarga kita. Dia hanya anak buruh serabutan. Kamu tidak seharusnya melibatkan dirimu dengan orang semacam dia."


Tukini, dengan sedih: "Ibu, cinta tidak mengenal batasan kasta atau status sosial. Sarman adalah orang yang baik dan memiliki potensi besar. Saya tidak ingin membiarkan perbedaan itu menghalangi hubungan kami."


Bu Barjo, dengan nada tegas: "Tukini, jangan bodoh. Jangan mengabaikan nilai-nilai keluarga dan tradisi kita hanya karena perasaan cinta. Kamu harus menikahi seseorang yang setara dengan kita, bukan orang semacam Sarman."


Tukini, berjuang untuk menjelaskan perasaannya: "Ibu, saya mengerti perhatian dan kekhawatiran Anda. Tapi, cinta tidak bisa kita pilih. Saya hanya ingin diberi kesempatan untuk menentukan jalan hidup saya sendiri, termasuk memilih pasangan hidup."


Bu Barjo, masih dengan suara sinis: "Kamu masih muda dan naif. Aku tahu apa yang terbaik untukmu. Kamu harus mendengarkan kata-kataku. Sarman tidak pantas untuk mendapatkan putri cantik ini."


Tukini, dengan sedih dan tetap teguh: "Maaf, Ibu, tetapi ini adalah hidupku. Saya akan selalu menghormati dan mencintai Anda, tapi saya juga harus menghormati dan mengikuti hati nurani saya sendiri."


Bu Barjo, diam sejenak, namun ekspresinya masih keras: "Kalau begitu, kamu harus siap menerima konsekuensinya. Jangan berharap aku akan mendukung hubunganmu dengan Sarman."


Tukini, dengan kepala tegak: "Saya siap menerima konsekuensinya, Ibu. Saya hanya berharap Anda akan melihat bahagia saya dan mendukung pilihan hidup saya kelak."


Dalam dialog ini, Tukini berjuang untuk menjelaskan perasaannya kepada Ibunya, sementara Bu Barjo, dengan kerasnya, mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap hubungan Tukini dengan Sarman. Tukini tetap teguh pada keputusannya dan memohon agar Ibunya bisa menerima dan mendukung pilihan hidupnya.

---------------------------------

Setelah berdialog dengan Bu Barjo, Tukini menangis kemudian lari memasuki kamarnya. Ia menangis tersedu-sedu mendengar jawaban ibunya untuk yang ketiga kalinya ini. Sebelumnya ibunya sudah menasehati Tukini untuk lebih memilih-milih siapa orang yang pantas untuk bersanding dengan keluarganya. Saat ini Tukini berusia 17 tahun dan duduk di bangku SMA kelas 2 dan pada saat itu temen-temen Tukini banyak yang putus sekolah dan rela diperistri olèh juragan-juragan kaya majikan ayah mereka masing-masing. Dalam hati Tukini merasa kecewa dengan pandangan ibunya yang selalu mengutamakan harta saat melihat orang-orang disekitanya.

---------------------------------

Tukini memasuki kamarnya dengan air mata yang mengalir di pipinya. Dia merasakan kekecewaan dan kesedihan yang mendalam setelah mendengar jawaban ibunya yang menolak hubungannya dengan Sarman. Dia duduk di tepi ranjangnya, menggenggam bantal erat-erat, dan membiarkan air mata terus mengalir.


Tukini dalam hati: "Mengapa ibu selalu mengutamakan harta dan status? Mengapa dia tidak memahami bahwa cinta tidak bisa diukur dengan materi? Aku sedih melihat teman-teman seumuranku yang putus sekolah dan dijadikan istri oleh orang kaya hanya untuk kepentingan finansial. Aku tidak ingin hidup dalam ketidakbahagiaan seperti itu."


Dalam hatinya yang penuh kecewa, Tukini merenungkan pandangan ibunya yang selalu menekankan pentingnya kedudukan dan kekayaan dalam mencari pasangan hidup. Dia merasa terjebak dalam ekspektasi dan tuntutan keluarganya, yang tidak menghiraukan pentingnya cinta dan kebahagiaan sejati.


Tukini dalam hati: "Aku ingin hidup dalam cinta yang tulus dan bahagia, bukan di dalam keserakahan dan kepentingan materi. Aku ingin menentukan jalan hidupku sendiri dan tidak terjebak dalam bayang-bayang status sosial dan kekayaan."


Meskipun hatinya hancur, Tukini memutuskan untuk tetap kuat dan tegar. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menyerah pada tekanan dan harapan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dia yakini.


Tukini dalam hati: "Aku akan berjuang untuk impianku. Aku akan membuktikan bahwa cinta dan kebahagiaan sejati tidak bisa dibeli dengan materi. Aku akan membuktikan bahwa aku mampu meraih kesuksesan dan kebahagiaan dengan memilih jalan yang sesuai dengan hatiku."


Dalam keheningan kamarnya, Tukini menemukan kekuatan dan tekad baru. Dia tahu bahwa perjalanan ini akan sulit, tapi dia tidak akan menyerah. Dalam hatinya, dia membawa api semangat dan keyakinan untuk mengejar cinta dan kebahagiaan sejati.


Tukini dalam hati: "Aku tidak akan membiarkan pandangan dan penolakan ibu menghalangi mimpiku. Aku akan membuktikan bahwa aku bisa mencapai apa pun yang aku inginkan dengan tekad dan kerja kerasku sendiri. Aku akan menemukan cinta sejati dan kebahagiaan tanpa harus mengorbankan hatiku."


Dalam hati yang penuh tekad dan keberanian, Tukini bersiap menghadapi tantangan yang akan datang. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia siap melangkah maju dan membuktikan bahwa cinta dan kebahagiaan adalah pilihan yang lebih berharga daripada materi dan status sosial.

---------------------------------

Ketika Tukini sedang meratapi kesedihan hatinya, terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Ia bergegas menghapus air matanya agar tidak diketahui bahwa ia menangis. Ternyata yang mengetuk pintu adalah ibunya. Bu Barjo mengetuk sambil menyuruh Tukini untuk ambil air wudhu dan bergegas untuk beribadah ke mushola di dekat rumahnya. Keluarga mereka memang keluarga yang taat beribadah. Tukini mengiyakan perintah ibunya dan langsung bersiap-siap. 

---------------------------------

Tukini, dengan hati yang masih terasa sedih, berusaha menghapus air matanya dan memperbaiki penampilannya sebelum membuka pintu.


Tukini: "Siapa, Ma?"


Bu Barjo: "Ini ibu, Tukini. Ayo buka pintunya. Kita harus beribadah sekarang juga."


Tukini, mencoba menyembunyikan perasaannya: "Baik, Ma. Saya sedang bersiap-siap."


Tukini segera bergerak menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dia mencoba fokus pada ibadah, meskipun hatinya masih terasa berat. Setelah selesai berwudhu, dia bersiap-siap dan keluar dari kamarnya untuk bergabung dengan ibunya di mushola.


Tukini: "Saya sudah siap, Ma. Mari kita berangkat."


Bu Barjo, memandang Tukini dengan tajam: "Pastikan hatimu ikhlas saat beribadah, Tukini. Tuhan akan melihat dan mengetahui segalanya."


Tukini, dengan tulus: "Ya, Ma. Saya akan berusaha menjaga hati dan memohon petunjuk-Nya."


Mereka berdua berjalan bersama menuju mushola yang terletak di dekat rumah mereka. Di perjalanan, Tukini merenung tentang hubungannya dengan Sarman, keputusan ibunya, dan tantangan yang ada di hadapannya. Dia berharap bisa mendapatkan petunjuk dari Tuhan untuk menghadapi situasi ini.


Tukini dalam hati: "Tuhan, tolong berikan aku kekuatan dan kebijaksanaan. Aku tahu Engkau akan menguji hatiku, tetapi aku berharap bisa menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai yang aku yakini. Berikan aku petunjuk dalam menghadapi segala hal yang terjadi."


Mereka tiba di mushola dan bergabung dengan keluarga lain yang sedang beribadah. Tukini berusaha fokus dalam ibadahnya, berdoa dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan kekuatan dan petunjuk.


Tukini dalam doanya: "Ya Allah, bimbinglah langkahku. Bantulah aku dalam menghadapi cobaan dan tetapkan hatiku agar aku dapat mengambil keputusan yang benar. Engkaulah satu-satunya sumber kekuatanku. Aku pasrahkan segalanya kepada-Mu."


Dalam keheningan mushola, Tukini mencari ketenangan dan kedamaian dalam ibadahnya. Dia berharap mendapatkan jawaban dan kekuatan untuk menghadapi perbedaan pandangan dengan ibunya dan mengambil keputusan yang terbaik untuk hidupnya.


Setelah ibadah selesai, Tukini dan ibunya kembali ke rumah dengan perasaan yang lebih tenang. Tukini mengetahui bahwa perjalanan hidupnya tidaklah mudah, tetapi dia percaya bahwa dengan bantuan dari Tuhan, dia akan menemukan kekuatan untuk menghadapi setiap rintangan yang ada di depannya.

---------------------------------

Beralih ke Sarman. Sarman ketika itu masih dalam perjalanan pulang. Ia berpapasan dengan ayahnya yaitu Pak Harjo yang baru saja selesai menggarap tanah milik juragan tembakau. Seperti biasa di tahun-tahun sebelumnya ayahnya memang sering digunakan tenaganya olèh juragan-juragan kaya untuk menggarap tanah yang akan ditanami tembakau. Ayahnya dibayar murah olèh juragan-juragan itu, tetapi tetap diterima karena hanya dengan tenaganya itu ia dapat menghidupi keluarganya. Sarman segera cium tangan kepada ayahnya dan membawakan peralatan yang ia panggul. Mereka pulang bersama sambil membicarakan pekerjaan ayahnya seharian ini sambil tersenyum dan terlihat rasa lelah di raut wajah Pak Harjo. Tidak Ada kendala dalam pekerjaan akan tetapi hari ini memang cuaca sedang sangat panas.

---------------------------------

Sarman berjalan pulang, dan tak lama kemudian, ia berpapasan dengan ayahnya, Pak Harjo, yang baru selesai menggarap tanah milik juragan tembakau. Sarman segera menghampiri ayahnya dengan penuh penghormatan.


Sarman: "Ayah, bagaimana pekerjaanmu hari ini?"


Pak Harjo, dengan senyuman lelah: "Hari ini cukup berat, Sarman. Cuaca sangat panas, tapi pekerjaan harus tetap dilakukan. Tidak ada kendala yang berarti, hanya rasa lelah yang menyertai."


Sarman, dengan penuh kasih sayang: "Ayah, aku membawakan peralatan yang kau tinggalkan. Apakah kau butuh bantuan?"


Pak Harjo mengangguk, menghargai perhatian Sarman, dan menerima peralatan yang dibawakan oleh anaknya.


Pak Harjo: "Terima kasih, Sarman. Aku menghargai bantuannya. Kamu selalu perhatian dan baik kepadaku."


Sarman: "Ayah, kau adalah orang yang luar biasa. Kau selalu bekerja keras untuk menghidupi keluarga kita. Aku bangga menjadi anakmu."


Pak Harjo tersenyum dengan bangga dan melambaikan tangannya kepada Sarman.


Pak Harjo: "Terima kasih, Sarman. Aku berusaha sekuat tenaga untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kita semua."


Mereka berdua melanjutkan perjalanan pulang bersama sambil membicarakan pekerjaan ayahnya dan kondisi cuaca yang sangat panas. Walaupun rasa lelah terlihat di wajah Pak Harjo, ia tetap tersenyum karena tahu bahwa pekerjaannya penting untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.


Sarman: "Ayah, aku berharap suatu hari nanti aku bisa membantu ayah dengan cara yang lebih baik lagi. Aku ingin kita semua hidup dengan lebih layak."


Pak Harjo, dengan penuh kasih sayang: "Sarman, kamu adalah anak yang baik dan penuh cita-cita. Aku yakin suatu hari kamu akan mencapai semua impianmu. Tetaplah bekerja keras dan jangan pernah menyerah."


Sarman tersenyum, merasa terinspirasi oleh kata-kata ayahnya. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan terus berusaha dan bekerja keras untuk membantu ayahnya dan keluarganya.


Sarman: "Ayah, aku akan berusaha sebaik mungkin. Aku berharap dapat memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga kita. Kita akan melewati semua rintangan bersama-sama."


Pak Harjo mengangguk dan tersenyum dengan bangga. Mereka melanjutkan perjalanan pulang dengan semangat dan tekad yang sama, menunjukkan rasa saling dukung dan cinta dalam keluarga mereka.


Dalam kebersamaan mereka, Sarman dan Pak Harjo menghadapi rasa lelah dan cuaca yang panas dengan kekuatan hati yang kuat. Mereka menunjukkan betapa pentingnya saling mendukung dan bekerja bersama dalam keluarga, menghadapi setiap tantangan dengan tekad dan keberanian.

---------------------------------

Setibanya di rumah, Sarman langsung bergegas mengambilkan minum untuk ayahnya yang kelelahan itu. Ia membuatkan minuman kesukuan ayahnya. Pak Harjo seperti biasa setelah pulang bekerja ia bersih-bersih diri kemudian langsung menuju mushola dekat rumahnya dan menjadi imam di mushola tersebut. Biasanya minuman yang dibuat Sarman itu diminum setelah Pak Harjo selesai beribadah.

---------------------------------

Sarman tiba di rumah dan segera bergegas menuju dapur untuk membuat minuman kesukaan ayahnya, sekaligus memberikan waktu bagi ayahnya untuk beristirahat sejenak sebelum beribadah. Ia menyeduh minuman dengan penuh kehati-hatian dan kasih sayang.


Sarman: "Ayah, ini minuman kesukaanmu. Sudah siap untuk dinikmati setelah beribadah nanti."


Pak Harjo, dengan rasa terima kasih: "Terima kasih, Sarman. Kamu selalu mengerti dan memperhatikanku. Aku bangga memiliki anak seperti kamu."


Sarman tersenyum, merasa bahagia bisa membahagiakan ayahnya dengan sedikit perhatian tersebut. Setelah itu, Sarman membersihkan dirinya sendiri dan menunggu ayahnya sebelum bersiap menuju mushola.


Pak Harjo, setelah membersihkan diri: "Sarman, aku akan pergi ke mushola sekarang. Kamu bisa menunggu minumanku disini."


Sarman: "Baik, Ayah. Aku akan menunggu. Semoga ibadahmu lancar."


Pak Harjo berjalan menuju mushola, seperti yang biasa dilakukannya setiap hari. Namun, kali ini ia bertemu dengan Pak Bambang, tetangga sebelah rumah, yang melihat Sarman berjalan bersama Tukini sore tadi.


Pak Bambang: "Pak Harjo, saya melihat Sarman berjalan bersama Tukini tadi sore. Saya khawatir dengan hubungan seperti itu. Kita harus berhati-hati dengan keluarga Tukini karena perbedaan kasta."


Pak Harjo, agak bingung: "Apa yang kamu maksud, Pak Bambang?"


Pak Bambang: "Kamu tahu, Pak Harjo, kita hidup dalam masyarakat yang masih memegang kuat perbedaan kasta. Jangan sampai harga dirimu diinjak-injak oleh keluarga Tukini. Lebih baik kamu berhati-hati dalam menghadapi situasi ini."


Pak Harjo, merenung sejenak: "Aku mengerti kekhawatiranmu, Pak Bambang. Tetapi, Sarman adalah anakku yang baik dan aku percaya pada hati nuraninya. Saya akan berbicara dengannya tentang ini dan berusaha memahami situasinya."


Pak Bambang: "Baik, Pak Harjo. Aku hanya ingin melihat kebaikan dan kebahagiaan bagi keluarga kita. Semoga kamu bisa mengambil keputusan yang bijaksana."


Setelah berbincang sejenak dengan Pak Bambang, Pak Harjo melanjutkan perjalanan menuju mushola. Dia berdoa dalam hati, memohon petunjuk dan kekuatan untuk menghadapi situasi yang rumit ini.


Pak Harjo dalam doanya: "Ya Allah, berikan aku kebijaksanaan untuk menghadapi perbedaan kasta ini. Bantulah aku menjaga harga diriku dan memberikan nasihat yang tepat kepada Sarman. Semoga kebaikan dan kebahagiaan selalu menyertai keluarga kita."


Dengan hati yang penuh kehati-hatian dan keberanian, Pak Harjo melanjutkan perjalanan ke mushola, sambil berharap bisa memberikan nasihat yang baik kepada Sarman tentang situasi yang mereka hadapi. Dia berusaha menjaga nilai-nilai keluarga dan tetap berpegang pada hati nuraninya dalam menghadapi perbedaan kasta yang ada.

---------------------------------

Setibanya di rumah, Pak harjo mengambil gelas berisi minuman buatan Sarman dan menikmati sepiring singkong goreng sisa tadi pagi buatan istrinya yaitu Bu Harti. Bu Harti bekerja di rumah juragannya yang seorang Juragan Karet. Bu Harti bertugas menyapu lingkungan rumah juragan karet tersebut dengan upah yang kecil. Bisa dirasakan betapa sederhana kehidupan keluarga Pak Harjo dan Bu Harti ini. Saat itu Sarman sedang sholat di dalam kamarnya dan setelah sholat ia keluar kamar dan duduk bersama ayahnya.

---------------------------------

Pak Harjo menikmati minuman yang dibuat oleh Sarman sambil makan singkong goreng yang disiapkan oleh Bu Harti. Sarman selesai menunaikan sholatnya dan bergabung dengan ayahnya di ruang tamu.


Pak Harjo: "Sarman, dari mana saja kamu tadi? Dengan siapa kamu pergi?"


Sarman: "Ayah, tadi aku pergi ke sungai dan bertemu dengan Tukini, teman sekelasku. Kami hanya mengobrol sejenak."


Pak Harjo, dengan penuh kepercayaan: "Baiklah, Sarman. Aku tahu kamu anak yang baik dan bertanggung jawab. Aku percaya bahwa kamu melakukan apa yang tepat."


Sarman, tersenyum: "Terima kasih, Ayah. Aku selalu berusaha menjadi anak yang baik dan mempertahankan nilai-nilai yang telah Ayah ajarkan kepada kami."


Pak Harjo mengangguk dengan bangga dan mengelus kepala Sarman dengan penuh kasih sayang.


Pak Harjo: "Anakku, aku bangga denganmu. Meskipun kita hidup sederhana, kamu memiliki hati yang baik dan selalu berusaha melakukan yang terbaik."


Sarman, dengan rendah hati: "Ayah, kamu dan Ibu adalah teladan bagi kami. Meskipun kehidupan kita sederhana, tapi kita selalu menjaga kebersamaan dan saling mendukung."


Pak Harjo: "Benar, Sarman. Kekompakan dan kasih sayang dalam keluarga adalah harta yang tidak ternilai. Kita harus bersyukur atas apa yang kita miliki dan bekerja keras untuk masa depan yang lebih baik."


Sarman, dengan tekad: "Ayah, aku berjanji akan terus belajar dan bekerja keras untuk mencapai cita-cita kita. Aku ingin membantu meringankan beban keluarga kita dan memberikan kehidupan yang lebih baik."


Pak Harjo, dengan senyum tulus: "Itu yang ingin kusaksikan, Sarman. Aku akan selalu mendukungmu dalam perjuanganmu. Bersama-sama, kita bisa mengubah nasib keluarga kita."


Dalam dialog mereka, terpancar kebersamaan, kasih sayang, dan tekad yang kuat. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Pak Harjo dan Sarman tetap memiliki semangat dan keinginan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Mereka saling mendukung dan menghargai satu sama lain, menjadikan keluarga mereka sebagai sumber kekuatan dalam menghadapi tantangan hidup.

---------------------------------

Setelah obrolan pembuka tadi Pak harjo kemudian mulai menanyakan tentang keluarga Tukini. Sarman menjawab dengan tenang dan berprasangka baik kepada keluarga Tukini meski sebenarnya ia tahu bawa sepertinya keluarga Tukini enggan dengan dirinya karena perbedaan kasta ini.

---------------------------------

Pak Harjo, setelah pembicaraan sebelumnya, mulai menanyakan tentang keluarga Tukini kepada Sarman. Dia ingin tahu lebih banyak tentang latar belakang mereka dan apakah Sarman sudah mengenal mereka dengan baik.


Pak Harjo: "Sarman, bagaimana keluarga Tukini? Bisakah kamu ceritakan sedikit tentang mereka? Sudah mengenal mereka dengan baik?"


Sarman, dengan tenang: "Ayah, keluarga Tukini terdiri dari Tukini dan ibunya, Bu Barjo. Mereka tinggal di kampung yang berbeda, tapi kami mengenal satu sama lain sejak lama. Meskipun ada perbedaan kasta, mereka adalah keluarga yang baik dan berbudi pekerti."


Pak Harjo, agak penasaran: "Apakah kamu merasa mereka menerima kita dengan baik, Sarman? Aku khawatir perbedaan kasta ini bisa mempengaruhi hubungan kita dengan mereka."


Sarman, dengan penuh pengertian: "Ayah, sejauh ini mereka terlihat baik dan tidak mempermasalahkan perbedaan kasta. Kami masih menjaga hubungan persahabatan kami, meskipun mungkin ada beberapa rintangan. Saya percaya bahwa kita harus memberikan kesempatan kepada orang lain dan tidak berprasangka buruk terlebih dahulu."


Pak Harjo, dengan perasaan lega: "Baiklah, Sarman. Aku senang mendengarnya. Meskipun ada perbedaan dalam latar belakang keluarga kita, yang penting adalah sikap saling menghormati dan berkomunikasi dengan baik. Jaga hubungan baikmu dengan Tukini, tapi tetap ingat nilai-nilai keluarga kita."


Sarman, dengan tekad: "Tentu, Ayah. Saya akan selalu menjaga hubungan baik dengan Tukini dan keluarganya. Saya akan terus memperjuangkan cinta dan hubungan kami dengan penuh kesabaran dan pengertian."


Pak Harjo, memberikan dukungan: "Itu yang ingin kudengar, Sarman. Teruslah berbuat baik dan menjaga hati nuranimu. Jangan biarkan perbedaan kasta menghalangi cintamu."


Dalam dialog ini, Sarman memberikan gambaran positif tentang keluarga Tukini kepada Pak Harjo. Meskipun ia menyadari adanya perbedaan kasta dan mungkin ada kendala dalam hubungan mereka, Sarman tetap berprasangka baik dan menjaga hubungan persahabatan dengan Tukini dan keluarganya. Pak Harjo memberikan dukungan dan mengingatkan Sarman untuk tetap memegang nilai-nilai keluarga mereka sambil memberikan kesempatan dan saling menghormati kepada orang lain.

---------------------------------

Dalam hati nurani Pak Harjo masih mengganjal ingin menyampaikan kepada sarman untuk tidak terlalu jauh berhubungan dengan Tukini akan tetapi ia menahannya agar anak satu-satunya itu tidak menjadi patah hati. Ia sambil meminum kopi hitam buatan Sarman.

---------------------------------

Pak Harjo merasakan gelisah dalam hatinya saat mendengar penjelasan Sarman tentang keluarga Tukini. Meskipun ia ingin menyampaikan kekhawatirannya kepada Sarman untuk tidak terlalu jauh terlibat dengan Tukini, ia tahu bahwa kata-kata tersebut bisa melukai perasaan anaknya.


Pak Harjo dalam hati: "Aku khawatir dengan hubungan Sarman dan Tukini. Perbedaan kasta ini bisa menjadi hambatan besar bagi mereka. Namun, aku juga tidak ingin membuat Sarman patah hati atau merasa down. Aku harus berhati-hati dalam menyampaikan kekhawatiranku agar tidak mengganggu hubungan mereka yang sedang berkembang."


Sambil meminum kopi hitam buatan Sarman, Pak Harjo mencoba merenung dan mencari cara yang tepat untuk mengatasi situasi ini. Ia ingin melindungi Sarman, tetapi juga ingin memberikan kesempatan kepada anaknya untuk mengeksplorasi hubungan dan menentukan nasibnya sendiri.


Pak Harjo dalam hati: "Sarman adalah anak yang baik dan cerdas. Dia perlu belajar dari pengalaman hidupnya sendiri. Aku tidak bisa terus-terusan melindunginya dari setiap kemungkinan yang mungkin terjadi. Tetapi aku juga tidak ingin melihatnya terluka karena perbedaan kasta ini. Bagaimana aku bisa menemukan keseimbangan yang tepat?"


Dalam keheningan dan keraguan hatinya, Pak Harjo mengambil napas dalam-dalam. Ia menyadari bahwa pada akhirnya, Sarman harus mengambil keputusan sendiri tentang hubungannya dengan Tukini. Sebagai ayah, ia harus memberikan dukungan dan nasihat yang bijaksana tanpa mengendalikan hidup anaknya.


Pak Harjo dalam hati: "Aku harus percaya pada kebijaksanaan Sarman. Aku akan terus memberikan dukungan dan nasihat padanya, tetapi akhirnya keputusan ada di tangannya sendiri. Saya berharap dia akan menjaga hatinya dan mengambil langkah-langkah yang tepat."


Dengan keputusan yang diambil, Pak Harjo mencoba menenangkan hatinya dan merelakan Sarman mengejar cintanya dengan Tukini. Meskipun ada kekhawatiran yang masih mengganjal dalam hatinya, ia tahu bahwa sebagai seorang ayah, ia harus memberikan kebebasan kepada anaknya untuk mengeksplorasi dan menentukan jalannya sendiri.


Pak Harjo dalam hati: "Semoga Sarman menemukan kebahagiaan dan kebijaksanaan dalam hidupnya. Aku akan selalu mendukungnya dan berdoa agar dia mendapatkan yang terbaik. Semoga cinta dan nasib mereka berjalan sesuai dengan takdir yang telah ditentukan."


Dalam keheningan hati nuraninya, Pak Harjo membiarkan Sarman mengejar cintanya dengan Tukini, sambil berharap yang terbaik untuk anaknya dan merelakan segala ketidakpastian yang ada.


Bersambung.....

(Tinggalkan komentar jika menarik dan mau tahu lanjutannya) 

Posting Komentar untuk "Becak dan Jamu Bertemu dalam Rindu"