Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

TRADISI MALAM 1 SURO DI DESA TRAJI KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

 

LAPORAN OBSERVASI

TRADHISI 1 SURA DI DESA TRAJI KECAMATAN PARAKAN

KABUPATEN TEMANGGUNG

 

Disusun untuk memenuhi tugas Etnolinguistik

Dosen Pengampu      : Ibu Nur Fateah

 

Oleh :

1.      Arif Nugroho

2.      Adi pandu wicaksono

3.      Rofiul Azmi

4.      Eko Yulianti

 

                                                                                                                                   

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

PRAKATA

 

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.   Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Etnolinguistik. Pada makalah ini penulis membahas tentang ” Tradhisi  1 Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung ”. Dalam penulisan makalah ini, penulis mengalami romantika baik suka maupun duka. Kendala itu dapat penulis hadapi karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.      Ibu Nur Fateah, selaku dosen pengampu Mata Kuliah Etnolinguistik.

2.      Orang tua yang telah memberikan dana dalam penulisan makalah ini.

3.      Teman-teman Mata Kuliah Etnolinguistik yang mendukung selama penulisan makalah ini.

4.      Segenap pengurus Balai Desa Traji yang telah berkenan dan mengiizinkan untuk melakukan observasi.

            Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk dijadikan bahan diskusi yang dapat membantu dalam proses  belajar selanjutnya.

 

                                                                                                            Semarang,  Oktober 2015

                                               

                                                                                                            Penulis

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berjuluk surganya dunia, sebab di Indonesia terdapat kekayaan alam yang berlimpah, suku yang beraneka ragam, agama dan keyakinan yang beragam dan saling menghargai, kebudayaan yang beraneka ragam, dan masih banyak kekhasan yang dimiliki bangsa Indonesia.

Salah satunya berada di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung yang tergolong masyarakat agraris mempunyai kebudayaan yang merupakan percampuran antara budaya Jawa, Islam, dan bercampur dengan aliran kepercayaan yang lain dari seluruh masyarakat yang menjadi satu dalam tradisi. Masyarakat Desa Traji mempunyai cara tersendiri untuk merayakan datangnya 1 Sura yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharam dalam kalender Hijriyah. Tanggal 1 Sura tersebut merupakan pergantiaan tahun atau sering disebut dengan tahun baru Islam yang selalu dirayakan oleh seluruh umat Islam di manapun berada, dengan berbagai acara yang berbeda dari tempat satu dengan tempat yang lain.

Tradisi ini selalu dilakukan secara rutin oleh masyarakat Desa Traji pada malam 1 Sura. Mereka menganggap bahwa acara tersebut adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan meskipun yang melakukan ritual hanya Kepala Desa dan istrinya, sedangkan masyarakat berperan sebagai partisipan/peserta.

1.2  Rumusan Masalah

    1. Apa saja leksikon dan makna yang ditemukan pada Tradisi 1 Sura di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung?

    2. Bagaimana pola pikir masayarakat setempat mengenai Tradisi 1 Sura di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung?

     1.3  Tujuan Penelitian

Setelah melakukan penelitian tradisi 1 Sura di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung tersebut, mahasiswa diharapkan dapat :

1.      Mendeskripsikan bentuk-bentuk istilah yang digunakan dalam tradisi 1 Sura di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.

2.      Mendeskripsikan makna istilah yang digunakan dalam tradisi 1 Sura di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.

1.4  Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1.      Manfaat Teoritis

a.       Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan memberikan kegunaan untuk bidang akademik.

b.      Mengetahui bentuk upacara adat masyarakat Jawa yang beraneka ragam serta mempunyai nilai kehidupan yang sangat bermanfaat bagiperadaban manusia khususnya dalam bidang kajian etnolingusitik.

2.      Manfaat Praktis

a.       Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah Desa Traji dalam rangka melestarikan kebudayaan.

b.      Bagi peneliti, untuk mengaplikasikan kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari mata kuliah etnolinguistik.

c.       Bagi pelajar, dapat menambah pengetahuan tentang bahasa Jawa dan kebudayaan atau tradisi masyarakat Jawa serta dapat menjadikan sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya yang sejenis.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian 1 Sura

Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro di mana bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender hijriyah, karena Kalender jawa yang diterbitkan Sultan Agung mengacu penanggalan Hijriyah (Islam).

Satu suro biasanya diperingati pada malam hari setelah magrib pada hari sebelum tangal satu biasanya disebut malam satu suro, hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.

Satu Suro memiliki banyak pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap kramat terlebih bila jatuh pada jumat legi. Untuk sebagian masyarakat pada malam satu suro dilarang untuk ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.

2.2  Tradisi

Menurut Jalaludi Tunsam dalam tulisannya pada tahun 1660 menyatakan bahwa “adat” berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jamak dari (adah) yang memiliki arti cara atau kebiasaan. Sepeerti yang telah dijelaskan bahwa adat merupakan suatu gagasan kebudayaan yang mengandung nilai kebudayaan, norma, kebiasaan serta hukum yang sudah lazim dilakukan oleh suaatu daerah. Nah, biasanya apabila adat ini tidak dipatuhi maka akan ada sangsi baik yang tertulis maupun langsung yang diberikan kepada pelaku yang melanggarnya.

Sedangkan menurut Koen Cakraningrat, adat ialah suatu bentuk perwujudan dari kebudayaan. Kemudian, adat digambarkan sebagai tata kelakuan. Adat merupakan sebuah norma atau aturan yang tidak tertulis, akan tetapi keberadaannya sangat kuat dan mengikat sehingga siapa saja yang melagggarnya akan dikenakan sangsi yang cukup keras. Contohnya, jika ada pasangan yang melakukan suatu hubungan tidak terpuji seperti perzinahan maka pasangan tersebut akan mendapatkan sangsi baik secara fisik maupun mental seperti yang diterapkan oleh provinsi Aceh yang menerapkan hukuman cambuk.

Adat istiadat adalah segala dalil dan ajaran mengenai bagaimana orang bertingkah laku dalam masyarakat. Rumusannya sangat abstrak, karena itu memerlukan usaha untuk memahami dan merincinya lebih lanjut. Adat dalam pengertian ini berfungsi sabagai dasar pembangunan hukum adat positif yang lain. Adat istiadat yang nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (Mohammad Daud Ali, 1999).

Adat istiadat juga mempunyai akibat-akibat apabila dilanggar oleh masyarakat, dimana adat istiadat tersebut berlaku. Adat istiadat tersebut bersifat tidak tertulis dan terpelihara turun temurun, sehingga mengakar dalam masyarakat, meskipun adat tersebut tercemar oleh kepercayaan (ajaran) nenek moyang, yaitu Animisme dan Dinamisme serta agama lain. Dengan demikian adat tersebut akan mempengaruhi bentuk keyakinan sebagai masyarakat yang mencampurkan adukannya dengan agama Islam (Imam Sudiyat.1982).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa adat istiadat adalah aktivitas prilaku-prilaku, tindakan-tindakan individu satu terhadap yang lain. Kemudian menimbulkan reaksi, sehingga menghasilkan suatu interaksi sosial. Perilaku dan tindakan manusia pada dasarnya gerak tubuh manusia.

 2.3  Upacara Adat Istiadat

Upacara adat merupakan serangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaa. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain : upacara perkawinan, upacara pengukuhan kepala suku. Upacara adat yang merupakan salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat Indonesia pada masa lalu dan dapat kita jumpai pada upacara-upacara adat merupakan warisan nenek moyang kita. Selain itu metologi dan legenda, cara yang dapat dilakukan untuk mengenal kesadaran sejara pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, yaitu melalui upacara. Upacara pada umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut (Wahyudi Pantja Sunjata, 1997).

Menurut Koentjaraningrat ada beberapa unsur yang terkai dengan pelaksanaan upacara adat antara lain adalah :

a.       Tempat berlangsungnya upacara

b.      Saat waktu pelaksanaan upacara

c.       Benda-benda atau alat dalam upacara

d.      Orang-orang yang terlibat didalamnya

Unsur-unsur di atas merupakan kewajiban, oleh karena itu dalam setiap melaksanakan upacara, keempat unsur di atas harus disertakan. Di dalam unsur-unsur tersebut terdapat beberapa unsur perbuatan yang terkait dengan pelaksanaan upacar adat.

Beberapa perbuatan yang berkenaan pada saat berlangsungnya upacara seringkali dilakukan. Mereka menganggap bahwa perbuatan tersebut sudah menjadi kebiasaan dan memang perlu dilakukan. Adapun, kegiatan diantara lain adalah :

a.       Bersesaji

b.      Berdo’a

c.       Makan bersama

d.      Berprosesi

e.       Berpuasa

f.       Bersemedi

Rangkaian kegiatan adat di atas merupakan unsur pokok di dalam melaksanakan upacara adat. Oleh karena itu, pada saat upacara adat terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang telah disebutkan di atas. Namun tidak semua, kegiatan secara terperinci dilakukan pada saat upacara adat. Ada yang terdiri dari semua kegiatan yang telah disebutkan di atas tapi ada pula yang hanya melakukan beberapa dari kegiatan tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan pada saat upacara adat.

2.4  Makna dan Simbol dalam Upacara Adat

Manusia yang hidup dalam kehidupan masyarakat erat hubungannya dengan budaya, sehingga munusia disebut makhluk budaya. Kebudayaan sendiri terdiri dari atas gagasan, sombol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil dari tindakan manusia. Budaya manusia penuh diwarnai dengan simbol-simbol yang berupa benda keadaanya sebenarnya bebas terlepas dari tindakan manusia, tetapi sebaliknya tindakan manusia harus selalu mempergunakan simbol-simbol sabagai media penghantar dalam komunikasi. Namun tanpa simbol komunikasi atau tindakan akan beku. Akan tetapi, simbol sering digunakan dalam tindakan manusia, sehingga manusia akan melestarikan dan menghidupkan kembali pada waktu tertentu apabila diperlukan (Budiono Herusatoto 2008).

Setiap upacara adat terkandung tujuan, fungsi, dan makna dalamupacara tersubut. Dengan adanya makna dalam upacara bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, maka upacara adat sebagai salah satu bentuk ungkapan budaya yang mempunyai fingsi, antra lain sebagai faktor pemersatu seluruh lapisan masyarakat (Wahyudi Pantja Sunjata, 1999).

 2.5  Etnolinguistik

Pendekatan Etnolinguistik

Penelitian mengenai makna istilah-istilah tradisi 1 Sura pada masyarakat Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung menggunakan kajian Etnolinguistik. Etnolinguistik adalah cabang dari linguistik yang menyelidiki tentang hubungan antara bahasa dan masyarakat yang belum mengenal tulisan; cabang linguistik antropologi yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa; salah satu aspek etnolinguistik yang sangat menonjol adalah masalah relativitas bahasa (Kridalaksana, 1982: 42).

Istilah etnolinguistik berasal dari perpaduan antara etnologi dengan linguistik, sehingga kajian etnolinguistik sangat penting untuk mengetahui hubungan kebudayaan dengan masalah bahasa, serta bagaimana kebudayaan yang terbentuk tersebut secara terus-menerus mengalami perubahan. Kelahiran etnolinguistik sangat erat berkaitan dengan hipotesis Sapir-Whorf. Hipotesis Sapir-Whorf disebut dengan relativisme bahasa (language relativism) dari pikiran Boas (Sampson dalam laporan penelitian D.Edi Subroto.dkk, 2003: 6). Hipotesis tersebut menyatakan bahwa bahasa manusia membentuk atau mempengaruhi persepsi manusia akan realitas lingkungannya atau bahasa manusia mempengaruhi lingkungan dalam memproses dan membuat kategori-kategori realitas di sekitarnya (Sampson dalam laporan penelitian D. Edi Subroto.dkk, 2003: 6).

Penelitian etnolinguistik ini pada awal mulanya dipelopori oleh antropolog yang berasal dari Inggris, yaitu Bronislaw Malinowski. Peneliti lapangan tersebut tinggal bersama dengan orang-orang yang menetap di kawasan Pasifik atau yang dikenal dengan orang Trobiand selama kurang lebih dua tahun. Dia sengaja menetap dengan kalangan Trobiand dan juga belajar bahasa mereka agar dapat berkomunikasi dengan mereka dan mengetahui budaya yang berlaku dan dapat memahami cara pandang hidup mereka dengan lebih baik. Tradisi penelitian semacam ini akhinya berkembang dan seterusnya menjadi bagian terpenting dalam ilmu antropologi. Sehingga apabila seorang ingin menjadi seorang antropolog profesional maka mereka dituntut untuk dapat memahami dan menguasai bahasa tempat mereka melakukan penelitian.

Ketika tradisi penelitian mulai berkembang dan semakin pesat, minat yang ditumbuhkan oleh Boas untuk meneliti dengan seksama sejarah suku-suku bangsa dan aneka ragam jenis bahasa mereka, kemudian oleh beberapa orang muridnya termasuk di dalamnya Edward Sapir mengembangkan tradisi penelitian tersebut. Sebagai salah satu perintis berdiriya studi Etnolinguistik dalam Antropologi, Sapir mulai membuka persoalan baru dalam studi etnolinguistik yaitu mengenai hubungan antara bahasa dan kebudayaan. Pandangan tersebut mulai dikembangkan oleh salah satu muridnya yaitu Benjamin Lee Whorf (Shri Ahimsa Putra, 1997: 1-2). Sapir sendiri adalah seorang ahli dalam bidang antropologi yang menaruh minat besar pada masalah-masalah kebudayaan.

 

Pengertian Etnolinguistik

Harimurti Kridalaksana (1982: 42) mengemukakan bahwa etnolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan bidang ini juga disebut linguistik antropologi dan cabang ilmu linguistik antropologi yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap bahasa, salah satu aspek etnolinguistik yang sangat menonjol ialah masalah relatifitas bahasa.

Etnolinguistik (etnolinguistic) adalah ilmu yang meneliti seluk beluk hubungan aneka pemakaian bahasa dengan pola kebudayaan (Sudaryanto, 1996:7). Sedangkan menurut pendapat dari Shri Ahimsa Putra (1997: 3) istilah ‘etnolinguistik’ berasal dari kata ‘etnologi’ dan ‘linguistik’, yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini: antropologi budaya) dengan pendekatan linguistik.

Sedangkan relatifitas bahasa menurut Harimurti Kridalaksana (1982: 145) adalah salah satu pandangan bahwa bahasa seseorang menentukan pandangan dunianya melalui kategori gramatikal dan klarifikasi semantik yang ada dalam bahasa itu dan yang dikreasi bersama kebudayaannya.

Dalam hal semacam ini sebenarnya ada suatu timbal-balik antara disiplin linguistik dengan disiplin etnologi yang sama-sama saling memberi sumbangan bagi keduanya.dengan adanya pengabungan pendekaan, maka kajian etnolinguistik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kajian linguistik yang memberikan sumbangan bagi etnologi dan sebaliknya kajian etnologi member sumbangan terhadap linguistik.

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

Metode Penelitian merupakan cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik pengumpulan data, dan analisis data (Edi Subroto, 1992:31)

Metode penelitian ini akan membicarakan mengenai 1) sifat penelitian; 2). Lokasi penelitian; 3). Data dan sumber data; 4) alat penelitian; 5). Metode pengumpulan data; 6). Metode analisis data; 7). Metode penyajian hasil analisis data.

3.1  Sifat Penelitian

          Sifat penelitian ini adalah deskriptif yang dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena empiris hidup pada penutur-penuturnya. Sehingga menghasilkan catatan berupa pemberian bahasa dan sifatnya seperti potret (Sudaryanto, 1993: 62).

          Deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi, maksudnya membuat gambaran lukisan secara sistematiis, factual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti (Fatimah Djajasudarma, 1993:88). Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya serta peristilahan (Fatimah Djajasudarma, 1993:10). Dalam Penelitian ini data yang terkumpul berbentuk kata-kata, analisis dan hasil laporan analisis menggunakan kata-kata pula.

                                                             

3.2  Lokasi penelitian

          Lokasi penelitian adalah temapat atau objek penelitian. Lokasi penelitian ini ada di Kabupaten Temanggung, yaitu lebih tepatnya Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Penulis mengambil lokasi ini sebagai objek penelitian karena merupakan salah satu wilayah yang masih melestarikan tradisi-tradisi yang berasal dari turun-temurun dari nenek moyang yang sebelumnya. Sehingga secara pasti pemilihan lokasi yang tepat juga sangat mendukung dalam proses penelitian.

 

3.3  Data dan sumber data

          Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1993:3). Data dalam penelitian ini berupa data lisan. Data dalam penelitian ini berupa istilah-istilah Tradisi 1 Sura di Desa Traji, Kecamatam Parakan, Kabupaten Temanggung. Sumber data lisan berasal dari informan terpilih, yaitu Kepala Dusun Traji yaitu Bapak Jupri, dukun Mbah Yami dan sesepuh/juru kunci Sendhang Sidukun Mbah Suwari 70 taun.

·         Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti, karena ketepatan memilih dan menentukan  jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau in formasi yang diperoleh, data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber data (H.B Sutopo, 2000:49)

 

3.4  Alat penelitian

 

             Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Disebut alat utama karena merupakan alat paling dominan dalam penelitian, yaitu peneliti sendiri, sedangkan alat bantu, yaitu alat yang berguna untuk memperlancar penelitian seperti alat tulis, buku catatan, alat perekam, kamera, computer, dan alat-alat lain yang menunjang dalam menyelesaikan penelitian ini.

3.5 Metode pengumpulan data

Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis gejala yang ada (Harimurti, 1983:106). Sehubungan dengan jenis instrument dan jenis data yang dikumpulkan maka yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Metode simak yaitu dengan menyimak pembicaraan dengan mewawancarai informan yang sudah dipilih dan mengerti tentang istilah-istilah tradisi malam suronan yang digunakan oleh masyarakat Samin di Desa Klopodhuwur, Kabupaten Blora. Kemudian peneliti menggunakan teknik lanjutan yaitu teknik rekam dan teknik catat. Dalam hal ini peneliti merekam semua kata-kata yang muncul dari informan dan mencatat data yang telah direkam. Dari hasil wawancara tersebut, kemudian peneliti mencari data sebanyak-banyaknya. Lalu peneliti memilah dan memilih data yang dibutuhkan. Apabila data sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan cara diklasifikasikan berdasarkan bentuk, makna dan penggunannya.)


3.6  Metode analisis data

Metode selanjutnya adalah metode deskriptif analisis, yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Aries, 2010:25). Dalam penelitian ini, metode tersebut dilakukan dengan mendeskripsikan istilah-istilah ritual yang digunakan dalam tradisi  malam suronan. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan ekstralingual. Hal ini dikarenakan, peneliti menghubungkan bahasa dengan hal yang di luar bahasa, yaitu budaya.


           

3.7  Metode penyajian hasil analisis data

       Metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode deskriptif, formal, dan informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993:63)

            Metode informal, yaitu penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata biasa atau sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian ini agar mempermudah pemahaman terhadap setiap hasil penelitian. Metode formal yaitu metode penelitian data dengan menggunakan dokumen tentang data yang dipergunakan sebagai lampiran. Lampiran tersebut dapat berupa gambar-gambar, bagan, table, grafik, dan sebagainya. Dalam penelitian ini menggunakan lampiran gambar yaitu gambar dokumentasi foto.

 

 

BAB IV

PEMBAHASAN

 

4.1  Leksikon Tradisi 1 Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung.

 

NO

       Leksikon

          Makna Leksikon

          Makna Kultural

1.

Kenduren

Memohon do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselametan.

Slametan kenduren yang terdiri dari nasi tumpeng, golong (bulatan nasi) 7 buah dan sayur. Supaya upacara 1 Sura dapat berjalan lancar.

2.

Kain truntum

Kain yang digunakan pengantin pada hari pernikahan.

 

3.

Menyan

Getah pohon kemenyan

Memohon kepada Tuhan Ynag Maha Esa agar diberi keselamatan supaya upacara sesaji 1 Sura dapat berjalan dengan baik dan lancar.

4.

Blencong

Lampu sorot kelir

Lampu yang digunakan untuk pagelaran wayang.

5.

Balak

Bencana

Desa Traji kalau tidak melakukan Tradisi 1 Sura, akan ada bencana. Contoh: ada yang sawahnya gagal panen, ada yang dagangan yang tidak laku-laku dll.

6.

Kidungan

Macapat atau nembang Jawa

Macapat yang mempunyai tujuan untuk ketentraman dan kesejahteraan masyarakat Desa Traji.

7.

Golong

Nasi yang dibentuk bulat yang berjumlah 7 buah.

Menggolongkan atau menyatukan doa apa yang dituju.

8.

Lanyahan

Bermacam-macam masakan sayuran.

Supaya doa-doa yang dituju terkabul.

9.

Bucu

Nasi yang dibentuk kerucut

Bahwa hidup harus satu tujuan yang kuat, yaitu kepada Tuhan.

10.

Jajan pasar

Berupa hasil bumi yang diolah para petani, misalnya: pisang, tebu, jagung, kacang dll.

Betul-betul pasrah kepada Tuhan.

11.

Kembang setelon

 

Manusia hidup itu harus bisa  meninggalkan dan memberikan sesuatu kebaikan kepada sesama.

12.

Beras kaputro

Beras kuning

Bila mempunyai rezki atau kenikmatan dari Tuhan jangan dimakan sendiri, tetapi harus bagi-bagi dengan sesama agar menjadi berkah.

13.

Ndhas wedhus

Kepala kambing yang digunakan untuk sesaji.

Menandakan jika menjadi pemimpin menunduklah seperti kepala kambing tersebut, yaitu bisa menoleh keatas dan menoleh kebawah kaki, kepala kambing menandakan agar bisa tanggung jawab ke atas kepada Tuhan YME dan ke bawah kepada rakyat yang dipimpinnya.

14.

Pala wija

Hasil bumi

Yang diharapkan petani khususnya petani Desa Traji supaya bisa makmur dan bisa menghasilkan banyak dan berkah.

15.

Ingkung

Ayam kampung, yang digunakan ayam jago

Mengendalikan hawa nafsu

16.

Cucuk pitik jago

Mulut ayam

Mengendalikan hawa nafsu dari pembicara supaya dapat berbicara yang baik-baik saja

17.

Swiwi pitik jago

Sayap ayam jago

Mengendalikan hawa nafsu dari mengambil barang yang bukan haknya.

18.

Ketan

Beras ketan

Mempererat persaudaraan

19.

Wajik

Yang terbuat dari beras ketan dan dicampur dengan gula Jawa.

Wujud dari persaudaraan menunjukan yang manis-manis atau yang baik-baik saja.

20.

Kembang mboreh

Bunga yang terdiri dari 3 macam (kembang ketelon)

Harus berbuat baik kepada tiga golongan : orang tua, guru, dan saudara.

21.

Tigan

Telur ayam Jawa

Menyimbolkan sifat manusia walaupun berbuat sedikit tetapi harus berharga dan bermakna, dan jangan menganggap sepele kepada sesama.

22.

Pitik wiyogo

 

Ayam untuk sesaji gong pada saat pagelaran wayang kulit.

 

4.2  Pola Pikir Masyarakat Mengenai Tradisi 1 Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung.

Berkaitan dengan pola pikir masyarakat dalam lingkup ini adalah mengenai tradisi 1 Sura di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, peneliti mengkaji sesuai bidang penelitian, yaitu etnolinguistik dan mendapatkan hasil tentang sistem dan pola pikir masyarakat terkait, bahwa :

1.   Masyarakat Desa Traji masih terpengaruh kebudayaan Jawa yang berlatar multireligi. Itu dapat kita ketahui pada rangkaian prosesi terdapat upacara adat yang memadukan berbagai unsur religi, seperti Doa bersama yang dipimpin oleh Pak Kaum yang memiliki keyakinan religi Islam. Kemudian terdapat upacara sesaji/sesajen yang merupakan cerminan tradisi/budaya Hindu-Budha yang kini telah berevolusi dan memiliki makna terkhususkan dan tidak lagi memiliki arti penyembahan terhadap suatu benda tertentu, melainkan memiliki makna keinginan atau permintaan berupa doa yang dialih rupakan menjadi simbol-simbol benda yang memiliki makna-makna tersirat di dalamnya.

2.      Masyarakat Desa Traji mempercayai dan bahkan dapat dikatakan menjadi idialisme mereka bahwa tradisi tersebut berkaitan tidak hanya pada bangsa manusia saja, namun berkaitan dengan alam, bangsa gaib, dan ketuhanan yang diwadahi dalam budaya dan tradisi untuk menyatukan berbagai macam unsur tersebut guna saling menghormati makhluk ciptaannya baik alam, maupun bangsa gaib. Kemudian pada akhirnya dengan penuh kesadaran seluruh kegiatan tersebut dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.      Masyarakat Desa Traji mempercayai bahwa kebudayaan yang mereka lestarikan memiliki makna menghindarkan seluruh lapisan masyarakat terkait dari balak maupun mala petaka yang tidak diinginkan. Kebudayaan atau tradisi 1 Sura ini juga memiliki makna sebagai salah satu cara untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh tuhan Yang Maha Esa, yang berlimpah ruah, dan memiliki harapan dengan ucapan rasa syukur tersebut akan diberikan berkah dan nikmat yang lebih oleh Tuhan Yang Maha Esa.

4.  Dari segi bahasa, masyarakat Desa Traji mempunyai ciri khas, yaitu sama seperti masyarakatan Kecamatan Parakan lainnya yang masih terpengaruh oleh ragam bahasa Jawa Mataraman dan sebagian terpengaruh Banyumasan. Terbukti dengan hasil wawancara secara langsung kepada juru kunci dan beberapa pihak terkait penelitian ini. Mereka juga memiliki ungkapan/leksikon-leksikon khas beserta maknanya sesuai dengan data terlampir di atas.

5.      Dengan demikian mereka warga masyarakat Desa Traji memiliki cita-cita dan upaya untuk tetap melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang mereka miliki sebagai salah satu bentuk kearifan lokal yang adi luhung yang patut dipertahankan dan dilestarikan bahkan dapat dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata wilayah setempat, sesuai dengan cita-cita pihak terkait yang telah kami wawancarai.

 

BAB V

PENUTUP

 

5.1 Simpulan

            Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian, dapat disimpulkan bahwa leksikon beserta maknanya dan pola pikir pada masyarakat Dusun Traji Kec. Parakan Kab. Temanggung terdapat ciri khas tersendiri dan memiliki makna yang terkhususkan pada aspek-aspek tertentu, bahasa yang digunakan juga terpengaruh oleh kebudayaan yang bersifat turun-temurun dan menjadi lumrah bagi masyarakat terkait dan masyarakat sekitar. Kemudian pada tataran kebudayaan atau tradisi memiliki tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat dengan sembarangan mengartikannya.

5.2 Saran

            Bagi peneliti bidang bahasa hendaknya dapat menggali dan mengungkapkan permasalahan dalam bidang etnolinguistik lainnya karena masih banyak aspek yang dapat diteliti selain makna leksikon dan pola pikir masyarakat tataran etnolinguistik.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aries, Erna Febru. 2010. Design Action Research. Yogyakarta: Aditya Media                         Publising.

Basrowi dan Suwandi.2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka                         Cipta.

Duranti, Alessandro.1997. Linguistic Antropology. Cambridge: Cambridge                       University Press.

https://id.wikipedia.org/wiki/Satu_Suro

 

http://www.duniapelajar.com/2014/07/04/pengertian-adat-istiadat-menurut-para-ahli/

 

Koentjaraningrat, Prof. Dr. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka                Cipta.

Sudaryanto.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar                        Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Religius). Yogyakarta: Duta                Wacana University press

Posting Komentar untuk "TRADISI MALAM 1 SURO DI DESA TRAJI KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG"